Ringkasan Materi PKN Kelas X SMK Bab 6 Kurukikulum 2013
A. Bagaimana
Hubungan Hukum, Keadilan, dan Ketertiban?
1.
Makna Hukum
Mungkin kalian
pernah mendengar sebuah ungkapan, ”tegakkanlah hukum walaupun besok akan
kiamat”. Adagium ini mengisyaratkan begitu pentingnya hukum ditegakkan dalam
kondisi apapun. Penegakan hukum di Indonesia saat ini dibutuhkan tidak hanya
untuk membuktikan bahwa pemerintah peduli terhadap penegakan hukum, tetapi yang
lebih penting adalah untuk menciptakan kepastian hukum di segala bidang.
Berbagai masalah kehidupan berbangsa dan bernegara kerapkali dimulai dari
lemahnya kesadaran seluruh komponen bangsa untuk menaati dan menegakkan hukum.
.
Selain itu, beberapa definisi hukum telah
dibuat oleh para ahli hukum, di antaranya sebagai berikut.
1) Immanuel Kant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
2) Leon Duguit
Hukum ialah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan
reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
3) E.M. Meyers
Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang
menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
4) S.M. Amin
Kumpulan-kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan
ketatatertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara.
5) J.C.T. Simorangkir
Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman
tertentu.
6) M.H. Tirtaatmidjaja
Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut
dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti
mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri
sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda,
dan sebagainya.
Makna Keadilan dan
Ketertiban
ada tiga orang filsuf terkenal yang mengemukakan teori mengenai
keadilan tersebut, yaitu Aristoteles, Plato, dan Thomas Hobbes.1) Teori Keadilan Menurut Aristoteles
Dalam teorinya, Aristoteles mengemukakan
lima jenis perbuatan yang dapat digolongkan adil. Kelima jenis keadilan yang
dikemukakan oleh Aristoteles itu adalah sebagai berikut.
a)
Keadilan Komutatif
Keadilan komutatif adalah perlakuan
terhadap seseorang dengan tidak melihat jasa-jasa yang telah diberikannya.
b)
Keadilan Distributif Keadilan distributif adalah
perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikannya.
c)
Keadilan Kodrat Alam
Keadilan kodrat alam adalah memberi
sesuatu sesuai dengan yang diberikan oleh orang lain kepada kita.
d)
Keadilan Konvensional
Keadilan Konvensional adalah kondisi
jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan
yang telah dikeluarkan.
e) Keadilan Perbaikan
Perbuatan
adil menurut perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama
baik orang lain yang telah tercemar. Misalnya, orang yang tidak bersalah maka
nama baiknya harus direhabilitasi.
2) Teori Keadilan Menurut Plato
Ada dua teori keadilan yang
dikemukakan oleh Plato, yaitu sebagai berikut.
a)
Keadilan Moral
Suatu perbuatan dapat dikatakan adil
secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras)
antara hak dan kewajibannya.
b)
Keadilan Prosedural
Suatu perbuatan dikatakan adil secara
prosedural jika seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan
tata cara yang telah ditetapkan.
3) Teori Keadilan Menurut Thomas Hobbes
Menurut Thomas Hobbes, suatu
perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian-perjanjian
tertentu. Artinya, seseorang yang berbuat berdasarkan perjanjian yang
disepakatinya bisa dikatakan adil. Teori keadilan ini oleh Prof. Dr.
Notonegoro, S.H. ditambahkan dengan adanya keadilan legalitas atau keadilan
hukum, yaitu suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
B. Bagaimana
Sistem Hukum Nasional?
Sistem hukum suatu negara
mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan sehingga sistem
hukum suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Sistem hukum merupakan hukum
positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang. Sistem
hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum
bagi masyarakat suatu Negara. Sistem hukum Indonesia merupakan keseluruhan
peraturan hukum yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat
Indonesia yang berpedoman pada Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pelaksanaan tata hukum tersebut dapat dipaksakan oleh alat-alat
negara yang diberi kekuasaan.
Sistem hukum Indonesia mulai
berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah Bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Selain itu, ditegaskan pula pada Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat ketentuan-ketentuan dasar dan
merupakan rangka dari sistem hukum Indonesia. Oleh karena itu, sampai sekarang
masih terdapat ketentuan hukum yang merupakan produk hukum kolonial, misalnya
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata.
1)
Berdasarkan sumbernya, hukum dapat
dibagi sebagai berikut.
a.
Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
b.
Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
c.
Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu
perjanjian antarnegara.
d. Hukum yurisprudensi, yaitu
hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
2)
Berdasarkan bentuknya, hukum dapat
dibagi sebagai berikut.
·
Hukum
tertulis, yang dibedakan atas dua macam sebagai berikut.
(1)
Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap,
sistematis, teratur, dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan p e l a
k s a n a a n . Misalnya UU Perkawinan, UU Dagang, KUHP, UU Perlindungan Anak,
UU Agraria, UU HAM, dan sebagainya.
(2)
Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan, yaitu hukum yang meskipun tertulis,
tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah
sehingga masih sering memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapannya.
Misalnya, Traktat, Konvenan, Perjanjian Bilateral, dan sebagainya.
·
Hukum
tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta
dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh
dikalangan masyarakat itu sendiri, misalnya Hukum Adat.
3)
Berdasarkan tempat berlakunya, hukum
dapat dibagi sebagai berikut.
a)
Hukum
nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu.
b)
Hukum
internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antarnegara dalam dunia
internasional. Hukum internasional berlaku universal.
c)
Hukum
asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
d)
Hukum
gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para
anggotanya.
4)
Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibagi sebagai berikut.
a)
Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang
berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
Contohnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b)
Ius
Constituendum (hukum
negatif/prospektif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan
datang. Contohnya, Rancangan Undang-Undang (RUU).
c)
Hukum
asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan
untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu, melainkan
berlaku untuk selama-lamanya terhadap siapapun dan diseluruh tempat.5) Berdasarkan cara mempertahankanya, hukum dapat
dibagi sebagai berikut.
a)
Hukum
material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang
berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan.
Misalnya, hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang dan sebagainya.
b)
Hukum
formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan
melaksanakan hukum material. Misalnya, Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara
Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Hukum Acara, dan sebagainya.
6)
Berdasarkan sifatnya, hukum dapat
dibagi sebagai berikut.
a)
Hukum
yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan
mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, jika melakukan pembunuhan maka sanksinya
secara paksa wajib dilaksanakan hukuman.
b)
Hukum
yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Dengan
kata lain, hukum yang mengatur hubungan antarindividu yang baru berlaku apabila
yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh
hukum (undang-undang). Contohnya, ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan
berdasarkan undang-undang), baru memungkinkan untuk dilaksanakan jika tidak ada
surat wasiat (testamen).
7)
Berdasarkan wujudnya, hukum dapat dibagi sebagai berikut.
a)
Hukum
objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang
berlaku umum. Dengan pengertian, hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan
tidak mengenal orang atau golongan tertentu.
b)
Hukum
subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap
seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.
8)
Berdasarkan isinya, hukum dapat
dibagi sebagai berikut.
a)
Hukum
privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu
dengan orang yang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan.
b)
Hukum
publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat
perlengkapannya atau hubungan negara dengan perseorangan (warga negara)
Sumber
hukum ada dua sumber, yaitu material dan formal. Sumber hukum material adalah
hukum yang isinya perintah dan larangan yang menjadi patokan manusia dalam
bertindak. Misalnya, tidak boleh mencuri, tidak boleh membunuh, harus melunasi
hutang, dan sebagainya. Adapun sumber hukum formal merupakan perwujudan bentuk
dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukum itu sendiri. Nah,
kalian cermati sumber-sumber hukum formal berikut ini.
1) Undang-Undang
Undang-undang mempunyai dua arti,
yaitu arti material dan formal. Undang-undang dalam arti material adalah setiap
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum.
Misalnya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Adapun, undang-undang dalam arti formal
adalah setiap peraturan yang karena bentuknya dapat disebut undang-undang.
2)
Kebiasaan (custom)
Supaya
kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan dapat dijadikan sebagai sumber hukum maka
harus memenuhi dua faktor berikut.
a.
Adanya perbutan yang dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama serta selalu
diikuti dan diterima oleh yang lainnya.
b. Adanya keyakinan hukum dari
orang-orang atau golongan-golongan yang berkepentingan. Artinya, adanya
keyakinan bahwa kebiasaan itu memuat hal-hal yang baik dan pantas ditaati serta
mempunyai kekuatan mengikat.
3)
Yurisprudensi
Yurisprudensi
lahir karena adanya peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas
pengertiannya sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan perkara. Untuk
mengatasi hal tersebut, hakim membentuk hukum baru dengan cara mempelajari
putusan-putusan hakim terdahulu, khususnya tentang perkara-perkara yang
dihadapinya.
4)
Traktat
Traktat
adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai
persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan negara yang bersangkutan
dalam pelaksanaannya. Traktat dapat dibedakan menjadi dua.
a.
Traktat bilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara. Traktat ini
sifatnya tertutup karena hanya melibatkan dua negara yang berkepentingan.
Misalnya, perjanjian Dwi-Kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC.
b. Traktat multilateral adalah
perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh lebih dari dua negara.
Traktat ini bersifat terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri.
Misalnya, PBB, NATO, dan sebagainya.
5) Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli
hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas penting dalam hukum dan penerapannya.
Misalnya dalam hukum tata negara, kita mengenal doktrin Trias Politica dari
Montesquieu. Doktrin sebagai sumber hukum formal banyak digunakan para
hakim dalam memutuskan perkara melalui yurisprudensi, bahkan punya pengaruh
sangat besar dalam hubungan internasional.
C. Bagaimana Sistem
Peradilan Indonesia?
Di Indonesia peradilan terbagi dua, yaitu Peradilan Umum dan
Peradilan Khusus. Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya,
baik menyangkut perkara
pidana maupun perkara-perkara perdata.
Peradilan khusus terdiri atas peradilan agama, pengadilan militer dan peradilan
tata usaha negara. Ketiga peradilan ini mengadili perkara-perkara tertentu atau
mengenai golongan rakyat tertentu.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 10 tentang kekuasaan kehakiman, bahwa kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi
terselenggaranya negara hukum berdasarkan Pancasila.Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang ada di bawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan
yang ada di Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkup peradilan
umum (pidana dan perdata), peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan
tata usaha negara. Untuk keterangan lebih jelas, berikut akan digambarkan
hierarki lembaga peradilan yang ada di Indonesia.
D. Peranan Lembaga Peradilan Dasar Hukum
1. Dasar Hukum
Adapun, yang menjadi dasar hukum terbentuknya lembaga-lembaga
peradilan nasional adalah sebagai berikut.
a.
Pancasila
terutama sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat (2) dan (3), yaitu:
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilanmiliter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi
(3)
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam undang-undang.
c.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
d.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
e.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
f.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
g.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
h. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
1.
Peranan Lembaga Peradilan
·
Lingkungan Peradilan Umum
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum
dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.
Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi
berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau
banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili ditingkat
pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara
pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Selain itu, Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum dan pemilihan kepala
daerah langsung. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan
peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga
peradilan yang berada di bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan
kewenangan dalam pembinaan, organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan
·
Lingkungan Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah Peradilan Agama Islam. Peradilan
agama berperan dalam memeriksa dan memutus sengketa antara orang-orang yang
beragama Islam mengenai bidang hukum perdata tertentu yang harus diputuskan
berdasarkan Syariat Islam, misalnya sengketa yang berkaitan dengan thalaq
(perceraian), waris, pernikahan, dan sebagainya.
·
Lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara
Peradilan
Tata Usaha Negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha
negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dari
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh kasus yang
ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Surat Keputusan (SK)
Pemerintah Kota Bandung dengan pengelola Hotel Planet mengenai izin pendirian
bangunan.
·
Lingkungan Peradilan Militer.
Peradilan militer berperan dalam
menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi:
a)
anggota TNI,
b)
seseorang yang menurut undang-undang dapat
dipersamakan dengan anggota TNI,
c)
anggota jawatan atau golongan yang dapat
dipersamakan dengan TNI menurut undang-undang,
d)
seseorang yang tidak termasuk ke dalam huruf 1,
2, dan 3 tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang
ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan harus
diadili oleh pengadilan militer.
·
Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah
satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3. Macam-macam
Lembaga Peradilan
Peradilan
Sipil terdiri atas Peradilan Umum dan Peradilan Khusus
1)
Peradilan Umum, yang meliputi:
a)
Pengadilan
Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
b)
Pengadilan
Tinggi berkedudukan di ibu kota propinsi.
c)
Mahkamah
Agung berkedudukan di ibu kota negara.
2)
Peradilan Khusus, yang meliputi:
a)
Pengadilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
b)
Pengadilan
Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi.a)
Peradilan
Syariah Islam, khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
b)
Pengadilan
Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
c)
Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota propinsi.
d)
Peradilan
Militer.
e)
Mahkamah
Konstitusi.
Komentar
Posting Komentar
How About This?